Lebih parah lagi, lahan sekolah yang disewakan kini berdiri bangunan permanen ram sawit lengkap dengan cor semen. Jika suatu hari pemerintah melakukan penggusuran, tentu akan timbul polemik ganti rugi yang berpotensi merugikan negara. Anehnya, kepala sekolah mengaku tidak pernah melaporkan hal ini ke pihak aset daerah provinsi, melainkan berjalan sepihak selama delapan tahun.
Praktik ini jelas merusak citra pendidikan negeri. Alih-alih memberi teladan, kepala sekolah justru membuka ruang komersialisasi sekolah. Publik pun bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari praktik sewa aset sekolah dan pungutan liar ini?
Desakan agar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi segera turun tangan pun semakin kuat. AW diminta dipanggil dan diperiksa, bahkan bila perlu diberi sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan negeri di Tebo akan makin terkikis.
Kini, bola panas ada di tangan Disdik Provinsi Jambi. Apakah kasus ini akan benar-benar ditindak tegas, atau justru dibiarkan mengendap seperti kasus-kasus sebelumnya? Publik menanti bukti ketegasan aparat birokrasi terhadap praktik pungli di sekolah negeri.***




