TEBO – Dugaan perlakuan semena-mena pihak bank terhadap sejumlah debitur kembali mencuat. Beberapa nasabah mengaku diperlakukan tidak adil dalam proses penagihan, bahkan ada yang merasa diteror dengan cara-cara yang menekan psikologis. Cara kasar dalam penagihan ini dinilai menciderai etika pelayanan dan melukai kepercayaan masyarakat.
Seorang debitur yang enggan disebut namanya menuturkan, dirinya kerap mendapat teror via WhatsApp, bahkan pernah dihentikan di jalan. Ironisnya, pada Selasa (16/9/2025), ia juga didatangi ke tempat usaha barunya yang masih dirintis bersama rekan. “Kami bukannya tidak mau bayar, hanya terkendala karena usaha lagi susah. Tapi cara pihak bank memperlakukan kami sangat tidak manusiawi,” keluhnya dengan wajah kecewa.
Menanggapi hal itu, Andre Sirait selaku Ketua LBH-LPKNI (Lembaga Bantuan Hukum – Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia) menegaskan bahwa tindakan semena-mena bank terhadap debitur bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. “Bank harus mengedepankan prinsip keadilan dan etika bisnis. Tidak boleh ada intimidasi atau ancaman, karena setiap nasabah punya hak untuk mendapatkan perlakuan yang bermartabat,” tegasnya.
Andre Sirait menambahkan, hubungan antara debitur dan kreditur diikat oleh perjanjian yang jelas. Karena itu, penyelesaian keterlambatan pembayaran harus ditempuh melalui mekanisme hukum dan prosedur perbankan, bukan dengan tindakan sewenang-wenang. “Kalau ada bank yang menggunakan cara-cara kasar, maka itu sudah melanggar aturan OJK dan bisa kami tindaklanjuti melalui laporan resmi,” jelasnya.




