Di sisi lain, petani mitra masih terus menghadapi beratnya kondisi akibat kecilnya hasil bagi plasma. Abu Bakar (56), warga Desa Sungai Keruh, menuturkan bahwa hampir dua dekade bermitra sejak 1997 tidak pernah membawa perubahan berarti bagi keluarganya. Dari lahan 3 hektare, ia hanya menerima rata-rata Rp200 ribu per bulan per hektare, paling tinggi Rp300 ribu meskipun harga sawit sempat menyentuh Rp3.000 per kilogram.
Kondisi itu membuat anak pertamanya hanya mampu tamat SMA, sedangkan anak keduanya berhenti sekolah di bangku SMP karena keterbatasan biaya. “Padahal saya ingin sekali anak-anak bisa kuliah, punya nasib lebih baik dari bapaknya,” ungkapnya lirih. Ia berharap pemerintah segera turun tangan memperhatikan nasib ratusan petani plasma yang mengalami penderitaan serupa.***




